Rabu, 23 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN
PERILAKU KEKERASAN
Oleh :
DYA SUSTRAMI, S.Kep.,Ns
ANTONIUS CATUR SUKMONO, S.Kep.,Ns
SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN HANG TUAH
SURABAYA
2008
PENDAHULUAN
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
“pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan seperti memukul anggota keluarga/ orang lain, merusak
alat rumah tangga dan marah-marah merupakan alasan utama yang paling banyak
dikemukakan oleh keluarga. Penanganan yang dilakukan oleh keluarga belum
memadai sehingga selama perawatan klien seyogyanya sekeluarga mendapat
pemdidikan kesehatan tentang cara merawat klien (manajemen perilaku kekerasan).
Asuhan keperawatan yang diberikan di rumah sakit jiwa terhadap perilaku
kekerasan perlu ditingkatkan serta dengan perawatan intensif di rumah sakit umum.
Asuhan keperawatan perilaku kekerasan (MPK) yaitu asuhan keperawatan yang
bertujuan melatih klien mengontrol perilaku kekerasannya dan pendidikan kesehatan
tentang MPK pada keluarga. Seluruh asuhan keperawatan ini dapat dituangkan
menjadi pendekatan proses keperawatan.
PENGERTIAN
Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan/ kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart
dan Sundeen, 1996). Perasaan marah normal bagi tiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfluktuasi sepanjang rentang adaptif
dan maladaptif (Gambar 1).
Respons Respons
Adaptif Maladap
Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon Marah
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menantang. Respon melawan dan menantang
merupakan respon yang maladapt if, yaitu agresif-kekerasan perilaku yang
menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
Asertif : mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan merasa lega.
Frustasi : Merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang tidak
realistis.
Pasif : Diam saja karena merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang sedang
dialami.
Agresif: memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai. Umumnya klien
masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai orang lain.
Kekerasan: sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata-kata ancamanancaman,
melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah
melukai/ merusak secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri.
FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor predisposisi,
artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut
dialami oleh individu:
1. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian
dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan
yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
2. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan, sering
mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
3. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan
kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan
seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima (permissive).
4. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya
perilaku kekerasan.
FAKTOR PRESPITASI
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang
lain. Kondisi klien seperti ke lemahan fisik (penyakit fisik) , keputusan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku
kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan
merupakan faktor penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan
konflikdapat pula memicu perilaku kekerasan.
TANDA DAN GEJALA
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien ke rumah sakit adalah
perilaku kekerasan di rumah. Kemudian perawat dapat melakukan pengkajian dengan
cara:
Observasi: Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak: merampas makanan, memukul jika
tidak senang.
Wawancara: diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah
yang dirasakan klien.
MASALAH KEPERAWATAN
1. Perilaku kekerasan
2. Resiko mencederai
3. Gangguan harga diri: harga diri rendah
POHON MASALAH
Resiko mencederai
Orang lain/ lingkungan
Perilaku Kekerasan (CP)
Gangguan harga diri: harga diri rendah
DIAGNOSA
1. Resiko mencederai orang lain berhubungan dengan kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
RENCANA KEGIATAN KEPERAWATAN
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
1. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien:
a. Pertemuan ke 1
• Kontrak dengan keluarga
• Identifikasi masalah keluarga
• Informasi tentang perilaku kekerasan
• Informasi tentang cara merawat klien perilaku kekerasan
b. Pertemuan ke 2 dan 3
• Penerapan cara merawat klien selama dirawat di rumah sakit
c. Pertemuan ke 4
• Perencanaan pulang, tentang cara merawat klien di rumah
• Cara mengevaluasi perilaku kekerasan di rumah
• Cara mengevaluasi jadwal kegiatan di rumah
PEDOMAN MANAJEMEN KRISIS SAAT TERJADI PERILAKU
KEKERASAN
1. Tim Krisis Perilaku Kekerasan
Tim krisis perilaku kekerasan terdiri dari ketua tim krisis yang berperan sebagai
pemimpin (“leader”) dan anggota tim minimal 2 (dua)orang. Ketua tim adalah
perawat yang berperan sebagai kepala ruangan, penanggung jawab “shif” ,
perawat primer, ketua tim atau staf perawat, yang penting ditetapkan sebelum
melakukan tindakan. Anggota tim krisis dapat staf perawat, dokter atau konselor
yang telah terlatih menangani krisis.
Aktifitas yang dilakukan oleh tim krisis adalah sebagai berikut (Stuart & Laraia,
1998):
o Aktivitas ketua tim krisis
o Susun anggota tim krisis
o Beritahu petugas keamanan jika perlu
o Pindahkan klien lain dari area penanganan
o Ambil alat pengikat (jika pengekangan akan dilakukan)
o Uraikan perencanaan penanganan pada tim
o Tunjukkan anggota tim untuk mengamankan anggota gerak klien
o Jelaskan tindakan pada klien dan berusaha membuat klien kooperatif
o Ikat klien dengan petunjuk ketua tim
o Berikan obat sesuai program terapi dokter
o Pertahankan sikap yang tenang dan konsisten terhadap klien
o Evaluasi tindakan yang telah dilakukan bersama anggota tim
o Jelaskan kejadian pada klien dan staf jika diperlukan
o Integrasikan klien kembali pada lingkungan secara bertahap
2. Pembatasan Gerak
Pembatasan gerak adalah memisahkan klien di tempat yang aman dengan tujuan
melindungi klien, klien lain dan staf dari kemungkinan bahaya. Istilah yang biasa
digunakan dirumah sakit jiwa untuk tempat pembatasan gerak adalah kamar
isolasi. Klien dibatasi pergerakannya karena dapat mencederai orang lain atau
dicederai orang lain, membutuhkan interaksi dengan orang lain dan memerlukan
pengurangan stimulus dari lingkungan (Stuart dan Laraia, 1998).
Langkah-langkah pelaksanaan pembatasan gerak adalah sebagai berikut:
o Tunjuk ketua tim krisis
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lama tindakan pada klien dan staf lain.
o Jelaskan kepada klien dan staf lain tentang perilaku yang diperlukan untuk
mengakhiri tindakan.
o Buat perjanjian dengan klien untuk mempertahankan mengontrol perilakunya
o Bantu klien menggunakan metoda kontrol diri yang diperlukan.
o Bantu klien memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, kebersihan diri,
dan kebersihan kamar.
o Lakukan supervisi secara periodik untuk membantu dan memberikan tindakan
keperawatan yang diperlukan.
o Libatkan klien dalam memutuskan pemindahan klien secara bertahap
o Dokumentasikan alasan pembatasan gerak, tindakan yang dilakukan, respon
klien dan alasan penghentian pembatasan gerak.
3. Pengekangan/ pengikatan fisik
Pengekangan dilakukanjika perilaku klien berbahaya, melukai diri sendiri atau
orang lain (Rawhins, dkk, 1993) atau strategi tindakan yang lain tidak bermanfaat.
Pengekangan adalah pembatasan gerak klien dengan mengikat tungkai klien
(Stuart dan Laraia, 1998). Tindakan pengekangan masih umum digunakan
perawat disertai dengan penggunaan obat psikotropik (Duxbury, 1999).
Langkah-langkah pelaksanaan pengekangan (Start dan Laraia, 1998):
o Beri suasana yang menghargai dengan supervisi yang adekuat, karena harga
diri klien yang berkurang karena pengekangan.
o Siapkan junlah staf yang cukup dengan alat pengekang yang aman dan
nyaman.
o Tunjuk satu orang perawat sebagai ketua tim.
o Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya pada klien dan staf agar dimengerti
dan bukan hukuman.
o Jelaskan perilaku yang mengindikasikan pengelepasan pada klien dan staf.
o Jangan mengikat pada pinggir tempat tidur. Ikat dengan posisi anatomis.
Ikatan tidak terjangkau klien.
o Lakukan supervisi yang adekuat dengan tindakan terapeutik dan pemberian
rasa nyaman.
o Beri aktivitas seperti televisi, bacakan buku pada klien untuk memfasilitasi
kerjasama klien pada tindakan.
o Perawatan pada daerah pengikatan:
• pantau kondisi kulit yang diikat: warna, temperatur, sensasi.
• lakukukan latihan gerak pada tungkai yang diikat secara bergantian setiap
2 (dua) jam.
• lakukan perubahan posisi tidur.
• periksa tanda-tanda vital tiap 2 (dua) jam.
o Bantu pemenuhan kebutuhan nutrisi, eliminasi, hidrasi, dan kebersihan diri.
o Libatkan dan latih klien untuk mengontrol perilaku sebelum ikatan dibuka
secara bertahap.
o Kurangi pengekangan secara bertahap, misalnya setelah ikatan dibuka satu
persatu secara bertahap, kemudian dilanjutkan dengan pembatasan gerak
kemudian kembali ke lingkungan semula.
o Dokumentasikan seluruh tindakan yang dilakukan beserta respon klien.
PEDOMAN PROSES KEPERAWATAN UNTUK DX. KEPERAWATAN
RESIKO MENCEDERAI DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
Nama Klien: RENCANA KEPERAWATAN Dx. Medis :
Ruang: No. CM. :
TGL. NO.
DX.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
PERENCANAAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI
1 2 3 4 5 6
Resiko mencederai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
TUM:
Klien tidak mencederai dengan
melakukan manajemen perilaku
kekerasan.
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan
saling percaya.
1.1 Klien mau membalas salam
1.2 Klien mau menjabat tangan
1.3 Klien mau menyebutkan nama
1.4 Klien mau tersenyum
1.5 KLien mau kontak mata
1.6 KLien mau mengetahui nama
perawat.
1.1.1 Beri salam/ panggil nama
1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
TUK 2:
Klien dapat
mengidentifikasikan penyebab
perilaku kekerasan.
Klien mengungkapkan
perasaannya
Klien dapat mengungkapkan
penyebab perasaan jengkel/
kesal (dari diri sendiri, dari
lingkungan/ orang lain).
Beri kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya
2.2.1 Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab
perasaan jengkel/ kesal
TUK 3:
Klien dapat
mengindentifikasikan tandatanda
perilaku kekerasan
3.1 Klien dapat mengungkapkan
perasaan saat marah/ jengkel
3.2 Klien dapat menyimpulkan
tanda-tanda jengkel/ kesal
yang dialami
3.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan yang
dialami dan rasakan saat jengkel/ kesal
3.1.2 Observasi tanda perilaku kekerasan pada
klien
3.2.1 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/
kesal yang dialami klien
TUK 4:
Klien dapat mengindentifikasi
perilku kekerasan yang biasa
dilakukan.
Klien dapat mengungkapkan
perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
Klien dapat bermain peran
dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan
Klien dapat dilakukan cara
yang biasa dapat
menyelesaikan masalah atau
tidak.
4.1.1 Anjurkan klien untuk men gungkapkan
perilsku kekerasan yang biasa dilakukan
klein
4.2.1 Bantu klien bermain peran sesu ai dengan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
4.3.1 Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara
yang klien lakukan masalahnya selesai
TUK 5:
Klien dapat mengidentifikasi
akibat perilaku kekerasan
5.1 Klien dapat menjelaskan akibat
dari cara yang digunakan klien
5.1.1 Bicarakan akibat/ kerug ian dari cara yang
dilakukan klien
5.1.2 Bersama klien menyimpu lkan akibat dari
cara yang digunakan oleh klien
5.1.3 Tanyaka n pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
TUK 6:
Klien dapat medefisinisikan
cara konatruktif dalam berespon
terhadap kemarahan
6.1 Klien dapat melakukan cara
berespon terhadap kemarahan
secara konstruktif
6.1.1 Tanyakan pada klien “apakah ia ingin
mempelajari cara baru yang sehat?”
6.1.2 Berikan pujian jika klien mengetahui cara lain
yang sehat
6.1.3 Diskusikan dengn klien cara lain yang sehat:
a. Secara fisik: tarik napas dala m, jika
sedang kesal/ memukul bantal/ kasur
atau olah raga atau pekerjaan yang
memerlukan tenaga
b. Secara verbal: katakan bahwa a nda
sedang kesal/ tersinggung/ jengkel (saya
kesal anda berkata seperti itu , saya
marah karena mama tidak memenu hi
keinginan saya)
c. Secara sosial: lakukan dalam kelompok
cara-cara yang sehat, latihan asertif.
Latihan manajemen perilaku kekerasan
d. Secara spiritual: anjurkan kli en
sembahyang, berdoa/ ibadah lai n,
meminta pada Tuhan, untuk dibe ri
kesabaran, mengadu pada Tuhan
tentang kekerasan/ kejengkelan.
TUK 7:
Klien dapat mendemonstrasikan
cara mengontrol perilaku
kekerasan
7.1 Kien dapat mendemonstrasikan
cara mengontrol perilaku
kekerasan
• Fisik: tarik napas dalam,
olah raga, pukul kasur dan
bantal.
• Verbal: mengatakan secara
langsung dengan tidak
menyakiti
• Spiritual: sembahyang,
berdoa atau ibadah klien
7.1.1.
7.1.2. Bantu klien mengidentifikasi m anfaat cara
yang telah diplih
7.1.3. Bantu klien menstimulasikan tersebut (role
play)
7.1.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan
klien menstimulasi cara tersebut
7.1.5. Anjurkan klien untuk menggunak an cara
yang telah dipelajari saat jengkel atau marah
7.1.6. Susun jadual melakukan cara ya ng telah
dipelajari
TUK 8:
Klien dapat menggunakan obat
dengan benar (sesuai program
pengobatan)
8.1 Klien dapat menyebutkan obatobat
yang diminum dan
kegunaannya (jenis, waktu,
dosis, dan efek)
8.2 Klien dapat minum obat sesuai
dengan program pengelolaan
8.1.1 Jelaskan jenis-jenis obat yang diminum klien
8.1.2 Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian
berhenti minum obat tanpa seizing dokter
8.1.3 Jelaskan prinsip benar minum obat (baca
nama yang tertera pada botol o bat, dosis
obat, waktu dan cara minum)
8.1.4 Jelaskan manfaat minum obat dan efek obta
yang perlu diperhatikan
8.2.1 Anjurkan klien minta ob at dan minum obat
tepat waktu
8.2.2 Anjurkan klien melapork an pada
perawat/dokter jika merasakan efek yang
tidak menyenangkan
8.2.3 Beri pujian jika klien minum obatdengan
benar
TUK 9:
Klien mendapat dukungan
keluarga mengontrol perilaku
kekerasan
9.1 Keluarga klien dapat:
• Menyebutkan cara merawat
klien yang berperilaku
kekerasan
• Mengungkapkan rasa puar
dalam merawat klien
9.1.1 Identifikasikan kemampuan keluarga dalam
merawat klien dari sikap apa y ang telah
dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
9.1.2 Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat
klien
9.1.3 Jelaskan cara-cara merawat klien:
• Terkait dengan cara mengontrol perilaku
marah secara konstuktif
• Sikap tenang, bicara tenang dan jelas
• Membantu klien mengenal penyeb ab
marah
9.1.4 Bantu keluarga mendemo nstrasikan cara
merawat klien
9.1.5 Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya
setelah melakukan demonstrasi
TUK 10:
Klien mendapat perlindungan
dari lingkungan untuk
mengontrol perilaku kekerasan
10.1 Bicara tenang, gerakan t idak terburu-buru,
nada suara rendah, tunjukkan kepedulian
10.2 Lindungi agar klien tida k mencederai orang
lain dan lingkungan
10.3 Jika tidak dapat diatasi, lakukan:
• Pembatasan gerak atau pengekan gan
(lihat prosedur)
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
• Masalah: Perilaku kekerasan
• Pertemuan: Ke 1 (satu)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien datang ke rumah sakit diantar keluarga karena di rumah marahmarah
dan memecahkan piring dan gelas.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 1. Membina hubungan saling percaya
2. Mengidentifikasi penyebab marah
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat pagi, nama saya Budi Anna. Panggil saya suster Budi. Namanya
siapa, senang dipanggil apa? Saya akan merawat Ali.
b. Evaluasi/ validasi
Ada apa di rumah sampai dibawa kemari?
c. Kontrak
• Topik : Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang hal-hal yang
menyebabkan Ali marah
• Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di kamar
perawat?
• Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 10 menit
2. Kerja
• Apa yang membuat Ali membanting piring dan gelas?
• Apakah ada yang membuat Ali kesal?
• Apakah sebelumnya Ali pernah marah?
• Apa penyebabnya? Sama dengan yang sekarang?
• Baiklah, jadi ada ……. (misalnya 3) penyebab Ali marah-marah.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
Coba sebutkan 3 penyebab Ali marah. Bagus sekali.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, waktu kita sudah habis. Nanti coba Ali ingat lagi, penyebab Ali
marah yang belum kita bicarakan.
d. Kontrak
• Topik: Nanti akan kita bicarakan perasaan Ali pada saat marah dan cara
marah yang biasa Ali lakukan.
• Tempat: Mau dimana kita bicara? Bagaimana kalau kita disini?
• Waktu: Kira-kira 30 menit lagi ya. Sampai nanti.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
• Masalah: Perilaku kekerasan
• Pertemuan: Ke 2 (dua)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien dapat menyebabkan penyebab marah.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 3. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
4. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan
5. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan klien
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
a. Salam terapeutik
Selamat siang Ali.
b. Evaluasi/ validasi
• Bagaimana perasaan Ali saat ini?
• Apakah masih ada penyebab kemarahan Ali yang lain?
c. Kontrak
• Topik : Baiklah kita akan membicarakan perasaan Ali saat sedang marah
• Tempat : Mau di mana? Bagaimana kalau dikamar perawat?
• Waktu : Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit saja?
2. Kerja
• Ali pada saat dimarahi Ibu (salah satu penyebab marah), apa yang Ali
rasakan?
• Apakah ada perasaan kesal, tegang, mengepalkan tangan, mondar-mandir?
• Lalu apa biasanya yang Ali lakukan?
• Apakah sampai memukul? Atau marah-marah?
• Ali, coba dipraktekkan cara marah Ali pada suster Budi. Anggap suster budi
adalah Ibu yang membuat Ali jengkel. Wah bagus sekali.
• Nah, bagaimana perasaan Ali setelah memukul meja?
• Apakah masalahnya selesai?
• Apa akibat perilaku Ali?
• Betul, tangan jadi sakit, meja bisa rusak, masalah tidak selesai dan akhirnya
dibawa ke rumah sakit
• Bagaimana Ali, maukah belajar cara mengungkapkan marah yang benar dan
sehat?
• Baiklah, waktu kita sudah habis.
3. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah kita bercakap-cakap?
b. Evaluasi Obyektif
• Apa saja yang kita bicarakan?
• Benar, perasaan marah. Apa saja tadi? Ya betul, lagi, lagi, oke.
• Lalu cara marh yang lama, apa saja tadi? Ya betul, lagi, oke.
• Dan akibat marah apa saja? Ya betul, sampai dibawa ke rumah sakit.
c. Rencana Tindak Lanjut
Baiklah, sudah banyak yang kita bicarakan. Nanti coba diingat-ingat lagi
perasaan Ali sewaktu marah, dan cara Ali marah serta akibat yang terjadi.
Kalau di runah sakit ada yang membuat Ali marah, langsung beritahu suster.
d. Kontrak
• Waktu: Besok kita bertemu lagi jam 09.00, bagaimana cocok?
• Tempat: Bagaimana kalau disini lagi?
• Topik: Besok kita mulai latihan cara marah yang baik dan sehat. Sampai
besok.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)
• Masalah: Perilaku kekerasan
• Pertemuan: Ke 3 (tiga)
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi : Klien dapat menyebutkan tanda dan gejala marah, cara marah yang
biasa dilakukan serta akibat yang terjadi.
2. Diagnosa : Resiko merusak lingkungan berhubungan dengan perilaku kekerasan.
3. TUK : 6. Memilih satu cara marah yang konstruktif
7. Mendemonstrasikan satu cara marah yang konstruktif
B. Strategi pelaksanaan tindakan keperawatan (SP)
1. Orientasi
• Salam terapeutik
Selamat pagi Ali.
• Evaluasi/ validasi
• Bagaimana perasaan Ali saaty ini? Wah bagus.
• Apakah ada yang membuat Ali marah sore dan malam kemarin?
• Bagaimana dengan perasaan, cara marah, dan akibat marahnya Ali, masih
ada tambahan (jika perlu ulang satu-satu).
2. Kontrak
• Topik : Ali masih ingat apa yang akan kita latih sekarang? Betul kita akan
latihan cara marah yang sehat.
• Tempat : Mau dimana kita bercakap-cakap? Baik disini saja seperti biasa
• Waktu : Mau berapa lama? 15 menit ya Ali.
3. Kerja
• Ali ada beberapa cara marah yang sehat, hari ini kita pelajari 1 cara
• Nah, Ali boleh pilih mau latihan nafas dalam atau pukul kasur dan bantal?
• Baiklah, kita latihan nafas dalam
• Jadi, kalau Ali kesal dan perasaan sudah mulai tidak enak segera nafas dalam
agar cara marah yang lama tidak terjadi.
• Caranya seperti ini, kita bisa berdiri atau duduk tegak. Lalu tarik napas dari
hidung dan keluarkan dari mulut.
• Coba ikuti suster, tarik dari hidung. Ya bagus, tahan sebentar, dan tiup dari
mulut. Oke, ulang sampai 5 kali.
4. Terminasi
a. Evaluasi Subyektif
Bagaimana perasaan Ali setelah latihan, ada perasaan plong atau lega?
b. Evaluasi Obyektif
• Coba apa yang sudah kita pelajari?
• Bagus, berapa kali tarik napas dalam?
• Ya benar, 5 kali.
c. Rencana Tindak Lanjut
• Nah, berapa kali sehari Ali mau latihan? Bagaimana kalau 3 kali?
• Mau kapan saja? Bagaimana kalau pagi bangun tidur, lalu siang sebelum
makan dan malam sebelum tidur
• Juga lakukan kalau ada yang membuat kesal
• Bagimana kalau kita buat jadwal kegiatannya? Baik, nanti kalau sudah
dijalankan di cek list. Nah, ini caranya.
d. Kontrak
• Topik: Nah, waktu kita sudah habis, nanti siang kita belajar cara lain.
• Waktu: Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11.00
• Tempat: Mau dimana? Disini lagi? Baik, sampai nanti.
DAFTAR BACAAN
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.
(5th ed). St louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.
(6th ed). St louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W. dan Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.
(7th ed). St louis: Mosby Year Book.
Townsend, M.C. (1998). Diagnosa keperawatan pada keperawatan psikiatri : pedoman
untuk pembuatan rencana keperawatan. Jakarta : EGC (terjemahan).